Aku Ingin Menikah

Mengutarakan kalimat ini pertama kali ke pihak-pihak yang berperan dalam hidup sangatlah berat, khususnya buat wanita: MALU. Hei hei, kenapa tidak coba kita utarakan jika memang ingin? Ochie pernah ada di titik ini dan berusaha keluar dari zona nyaman dengan memutus urat malu. Iya, aku ingin menikah! Tolong carikan pacar bernama suami untukku! Iya, aku sangat ingin menikah! Mohon dimudahkan prosesnya (meski hanya dengan sekedar doa)!

BERANI?

Belum cukup sampai di sana. Kadang pihak-pihak tersebut langsung merespon positif, tapi sering justru malah mempertanyakan, “Koq anak ini ngebet banget?”. Bahkan frame tetua yang ga paham agama justru menyarankan anaknya pacaran dulu, memperlebar kemungkinan maksiyat, bahkan tidak khawatir anaknya terpelanting ke lembah zina (na’udzubillah). Mungkin ada alasan kekhawatiran tidak mampu mandiri, belum bisa memimpin / dipimpin, dll… karena standar siap bagi mereka sangatlah tinggi: mapan, berpenghasilan sekian puluh juta, punya rumah, punya kendaraan, dsb.

BENARKAH DEMIKIAN?

Respon mereka memang realistis, tapi menurut pandangan agama: materialistis. Kenapa tidak diturunkan standarnya? Cukuplah bisa kontrak rumah dan punya penghasilan yang cukup untuk berdua, yakni konsumsi makan (masak sendiri), ongkos, listrik, air, dsb (standar sederhana di Bandung: 1 juta/bln, insya Allah). Indahnya dalam pandangan agama Islam bahkan: rezeki justru akan dimudahkan setelah menikah. Mungkin ini ga logis dalam pandangan manusia, tapi ini janji Allah! Tanyakanlah pada orang-orang nekat yang melakukannya semata karena ingin menjaga diri… mereka akan menjawab: ya benar!

LANTAS GIMANA?

Nikah siri? Nikah diam-diam?? Wew, ya gak jugalah. Nikah siri sebenarnya sedikit bertentangan (meskipun ada ikhtilaf atau perbedaan di kalangan ulama) sebab pernikahan itu disyari’atkan untuk disyi’arkan, diumumkan kepada publik. Adakanlah walimah meski dengan syukuran sederhana seandainya tak ada dana besar untuk walimah. Back to kendala izin pihak2 “penghalang”, perlu seni komunikasi saat bicara dengan pihak-pihak tersebut. Perlu niat, perlu konten, perlu kesabaran, perlu keimanan.

MARI PERJUANGKAN!

Luruskan NIAT di hati bahwa menikah adalah sunnah Rasulullah yang pastinya akan mendekatkan kita kepada Allah jua. Menikah ini jalan kebaikan bukan hanya di dunia, melainkan juga di akhirat. Menikah memiliki koridor syari’at yang harus tetap dijaga untuk mempertahankan keberkahan agar kekal cinta di dalamnya. Menikah bukan untuk senang-senang sesaat untuk kemudian bercerai hanya dalam waktu hitungan tahun. Menikah bukan karena dilandasi harta, kedudukan, keturunan, rupa yang jika Allah cabut semua itu, selesailah semua. Menikah bukan disebabkan calon istri telah dihamili calon suami (na’udzubillah).

Persiapkan KONTEN untuk melobi. Apa c konten? Setiap permasalahan komunikasi ingin menikah punya konten berbeda, tetapi biasanya yang seragam itu adalah soal tujuan. Keinginan selalu dilatarbelakangi oleh sesuatu tujuan, begitupun menikah. Apa tujuan dari sebuah pernikahan? Setidaknya ada 4 tujuan utama yang disebutkan dalam al-Quran dan as-Sunnah:
1. Menjaga kesucian farj (kemaluan) dari perzinaan serta menjaga pandangan mata. (QS 24: 30-31)
2. Melahirkan rasa tentram (sakinah), cinta (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah). (QS 30:21)
3. Mendapat keturunan, dimana anak akan menjadi Qurrata A’yun (penyejuk mata, penyenang hati) (QS 25:74)
4. Memperbanyak ummat Islam. Seperti yang dipesankan Rosul, beliau akan membanggakan jumlah ummatnya yang banyak nanti di akhirat.

Ochie akan share sedikit beberapa contoh tujuan lain yang sebenarnya turunan dari yang di atas, tetapi dengan bahasa kemasan berbeda: ingin dipimpin / memimpin seseorang, rindu seorang penyemangat yang terus berada di samping kita, perlu seorang pengimbang saat mengambil putusan, tak punya kontrol diri yang baik terhadap fitnah zaman, dikejar psikopat cinta, dsb. Teman-teman pasti punya bahasa sendirilah biar mereka paham. Cobalah, siapa tahu salah satunya bisa meruntuhkan pendirian mereka.

Selain konten tujuan (paling panjang nih bahasan ini), ada konten kesiapan, yaitu membuktikan bahwa kita sudah siap mengambil tanggung jawab itu. Ada juga konten da’wah seperti yang melatarbelakangi sebuah pernikahan berdasarkan perspektif agama atau bahkan keilmuan lain (yang disukai mereka). Konten apapun itu, jangan biarkan mereka tak mengerti bahasa kita karena ke-sok tahu-an kita. Tak semua orang pandai memillih diksi, tapi intinya lakukan ikhtiyar terbaik kita.

Jangan anggap instan dan kuatkan KESABARAN dalam melobi. Seni komunikasi yang paling harus diasah adalah ini. Mungkin ada yang berhasil dengan sekali bicara, tetapi seringkali banyak yang gagal berkali-kali sebelum sukses diizinkan. Mulailah komunikasi ketika kondisi hati mereka lapang, berikan sesuatu boleh dilakukan sebelum membuka komunikasi, dan dengarkan mereka dengan telinga sekaligus hati, baru mulailah bicarakan konten dengan mengalir, gunakan perspektif mereka, kemudian pandai-pandailah mendebat dengan menghindari kata “tapi” atau pengingkaran terhadap yang mereka bicarakan.

Yang tak kalah penting adalah KEIMANAN. Yakinlah bahwa Allah akan menjawab doa dan harapan kita (masalahnya pernah berdoa ga?), teruslah husnuzhan kepadaNya (hindarilah su’uzhan sekali pun), dan jangan menyerah (ikhtiyar, ikhtiyar, dan ikhtiyar). Anggaplah ini momen untuk mendapat sebanyak mungkin pahala, semakin mendekat kepadaNya, semakin memperlama sujud kita, dan mencintaiNya di atas segalanya. Semoga Allah menjawab tawakkal kita kepadaNya^^.

MENIKAH? YUK!

Leave a comment